Minggu, 08 Januari 2012

Kolong Langit


Pagi itu aku baru saja menyingkap selimut biruku saat dua gadis mengusik telinga dengan suara kaleng mereka. Sambil mengayuh sepeda pelan-pelan, mereka berdua berduet menyanyikan lagu tentang persahabatan, Sheila On Seven.
Seperti kebiasaan mereka yang telah kuhafal, sebentar lagi Seruni akan berteriak-teriak marah ketika sahabatnya Adelia meludah di jalan sembarangan sambil mengayuh sepedanya.
“Ih, jorok sih! Kasian kan yang sepedanya di belakang,omel Seruni yang kerap menjadi reminder kebiasaan buruk Adelia.
Adelia hanya nyengir kuda sambil berkata, “Sorry lupa, hehehe.”
                                                                         xxx
Melalui arah menuju The Daffodils, sebuah tempat kursus di belahan Bumi Timur yang dikelilingi hamparan hijau ilalang dan padi, dua gadis itu jalan-jalan dengan sepeda selepas kelas yang padat materi sehingga membuat wajah mereka berdua tertekuk lusuh.
Beberapa jam sebelumnya…
Adelia dan Seruni mendapat kertas buram kecil yang menjengkelkan. Lebih menjengkelkan dari pada kertas buram yang bergoyang-goyang minta ditanda-tangani demi mendapat traktiran di kantin lembaga. Kertas buram kali ini adalah kertas berupa deret-deret soal Study Club of Pre Grammar yang ditulis tangan oleh Tutor mereka, Mr. Feri.
Saat mereka mendapati nilai yang tak pernah lebih tinggi dari 60, rengutan langsung terpahat jelas di wajah keduanya. Namun, bukannya menyadari atas jeleknya pemahaman mereka terhadap materi yang memang terus-menerus dijejalkan ke otak mereka beberapa minggu terakhir, alih-alih mereka membela diri terhadap jebloknya nilai mereka kali ini.
“Mister, tulisannya lho kayak hieroglif gini. Kita mana bisa baca. Kita kan makhluk modern, gak kayak si penulisnya, iya kan yah?Seruni protes sambil meminta suara dari teman sekelasnya. Adelia dan kawan kelas yang lain mengangguk cepat dan banyak tanda sangat menyetujui.
Halah, alesan! Itu bukan karena seberapa nyeni tulisan saya, sampeyan saja yang dengkulnya sering kejedot, makanya lemot!” ucap sang Tutor dengan logat Jawa Timurnya.
Jadi, demi menghilangkan ketidak-puasan hati atas nilai yang memalukan tadi, mereka menghabiskan sepanjang sore dengan bersepeda ke sawah sambil duduk-duduk bercerita di pinggir jembatan kecil di tengah hamparannya.
xxx

Perjalanan ini

Brak!  Aku tersentak saat menyadari siapa yang berdiri di ambang pintu yang terbuka.
“Meme, Iwa! Kok bisa tahu alamat Atta disini? Laras?” Kutanyai mereka.
“Sudah, jangan banyak tanya! Cepat kamu siap-siap, ikut Meme dan Iwa ke restoran. Ada yang mau kami bicarakan.”
Meme kelihatan begitu tegang dan Iwa terasa menakutkan bagiku di malam minggu dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba ini.
xxx
“Atta, apa yang kamu lakukan sayang... Hiks. Apa yang telah merasuki kamu sehingga kamu jadi begini? Apa yang salah dengan keluarga kita, Atta? Hiks,” Meme mengisak.
Aku bingung, bagaimana bisa kujawab. Sudah hampir satu jam kami disini dan aku bahkan tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun sebagai penjelasan.

Kamis, 05 Januari 2012

Ada dan Tiada

ketiadaan berasal dari keberadaan
begitu pula keberadaan yang terlahir dari ketiadaan

ketiadaan memiliki artinya sendiri
seperti keberadaan yang mempunyai maknanya sendiri

tidak ada persamaan di dunia
Sama halnya tidak ada perbedaan di semesta